Selamat Tinggal Pluto!
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6duuVIwEEsTfmdNTnW1pDnXjLb-nouCxTtHR4AhwtvRMy32lwZSIpfTVDw-P6WYOIwdQgCvGDSRpWun6lAJZfbb9eCACNkRlmtnLLPyOQR8WYGuyhVj-zPfo5mih1XfZEkKofJE5WEUI/s1600/pluto.jpg)
Mulai Kamis (24/8) jangan pernah terpeleset
mengucapkan Planet Pluto. Karena sejak hari itu, Pluto sudah tidak lagi
berhak menyandang predikat sebagai planet.
Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical
Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik Ceko, yang berakhir 25 Agustus,
menghasilkan keputusan bersejarah dalam dunia astronomi dengan
mengeluarkan Pluto dari daftar planet-planet di Tata Surya kita. Mulai
sekarang, anggota Tata Surya hanya terdiri dari delapan planet, yakni
Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi
anggota Keluarga Planet Tata Surya selama 76 tahun merupakan
konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang planet. Resolusi 5A
Sidang Umum IAU Ke-26 berisi definisi baru itu.
Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit bisa disebut
planet apabila memenuhi tiga syarat, yakni mengorbit Matahari, berukuran
cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat, dan memiliki
jalur orbit yang jelas dan "bersih" (tidak ada benda langit lain di
orbit tersebut).
Definisi tersebut adalah
definisi universal pertama tentang planet sejak istilah planet dikenal
di kalangan astronom, bahkan sebelum era Nicolaus Copernicus yang tahun
1543 membuktikan Bumi adalah salah satu planet yang berputar
mengelilingi Matahari.
Dengan definisi baru
tersebut, Pluto tidak berhak menyandang nama planet karena tidak
memenuhi syarat yang ketiga. Orbit Pluto memotong orbit planet Neptunus
sehingga dalam perjalanannya mengelilingi Matahari, Pluto kadang berada
lebih dekat dengan Matahari dibandingkan Neptunus
Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru yang disebut planet kerdil
atau planet katai (dwarf planets). Keluarga ini beranggotakan Pluto dan
benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip dengan Pluto, termasuk
di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon, dan beberapa
benda langit lain yang baru saja ditemukan.
Menurut Direktur Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr
Taufiq Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU tersebut adalah puncak
perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah berlangsung sejak awal
1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang
menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.
"Karakteristik Pluto memang
berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih
menyerupai komet daripada planet," ungkap astronom yang mendalami bidang
ilmu-ilmu planet ini.
Selain
itu, perkembangan teknologi teleskop juga membawa pada penemuan berbagai
benda langit yang masuk dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt
Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri adalah sebutan untuk wilayah di luar
orbit planet Neptunus hingga jarak 50 Satuan Astronomi (SA/1 Satuan
Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar 149,6 juta
kilometer) dari Matahari.
Beberapa KBO sangat menarik perhatian karena berukuran hampir sama atau
bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter 2.300 km) dan ada yang
memiliki satelit atau "bulan". Beberapa obyek tersebut, antara lain,
Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km), Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan
yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003 UB313 yang ditemukan
Michael Brown dari California Institute of Technology (Caltech) pada
2003 lalu. Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400 km,
yang berarti lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan sebagai
planet ke-10 Tata Surya.
Sejak
saat itu, lanjut Taufiq, terjadi perbedaan pendapat di kalangan
astronom. "Pilihannya adalah memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke
dalam keluarga planet sehingga jumlah planet menjadi 12, atau
mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang disepakati," tutur
mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung ini.
Kesepakatan itu sendiri bukannya datang dengan mudah. Taufiq
mengatakan, pengambilan keputusan itu bahkan dicapai dengan cara
pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir setelah didahului
perdebatan yang sangat sengit. Empat astronom senior dari Indonesia
turut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut, yakni Jorga Ibrahim, Iratius
Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana Permadi. Mereka belum bisa
diwawancarai karena belum kembali di Tanah Air sampai tulisan ini
dibuat.
Kontroversi
Keputusan melepas status planet dari Pluto tentu saja sangat
mengejutkan semua pihak. "Kata 'planet' dan gagasan tentang planet bisa
menjadi sangat emosional karena itu adalah hal yang kita pelajari sejak
kita masih kanak-kanak," ungkap Richard Binzel, profesor ilmu-ilmu
planet dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang menentang
"pemecatan" Pluto, seperti dikutip Associated Press.
Orang paling terpukul dengan keputusan ini adalah Patricia Tombaugh
(93), janda Clyde Tombaugh, ilmuwan yang menemukan Pluto pada 18
Februari 1930. "Ini sangat mengecewakan dan sangat membingungkan. Saya
tidak tahu bagaimana harus menghadapi ini, rasanya seperti kehilangan
pekerjaan," tuturnya kepada AP dari rumahnya di Las Cruces, New Mexico.
Beberapa pihak memprediksi debat
mengenai status Pluto tidak akan berakhir di sini. Alan Stern, ketua
misi pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto,
Januari lalu, mengaku merasa "malu" terhadap keputusan itu. Meski
demikian, misi senilai 700 juta dollar AS dan baru akan tiba di Pluto
pada 2015 itu tetap akan dilanjutkan. "Ini benar-benar sebuah definisi
yang ceroboh. It's bad science. Ini belum selesai," ujar Stern.
Wajar
Wajar saja pencopotan gelar planet dari Pluto memicu reaksi yang
emosional. Pluto selama ini memiliki tempat tersendiri di hati para
astronom, baik yang profesional maupun amatir. Pluto sering dianggap "Si
Bungsu dari Tata Surya" karena jaraknya yang terjauh dari Matahari dan
ditemukan paling akhir dibandingkan delapan planet lainnya.
Orbit Pluto yang sangat lonjong dan tidak sejajar dengan bidang
lintasan planet lainnya juga membuat planet ini unik. Pluto juga sempat
dianggap sebagai jawaban dari misteri Planet X, sebuah planet hipotetis
yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan gangguan pada
orbit planet Uranus dan Neptunus. Meski ukuran Pluto kemudian terbukti
terlalu kecil untuk menjadi Planet X, dugaan tersebut menjadi bagian
dari legenda Pluto.
Selain itu,
keputusan pencabutan Pluto dari keluarga planet Tata Surya ini juga
membawa konsekuensi perubahan seluruh buku pelajaran, kamus astronomi,
buku pintar, dan ensiklopedia di dunia yang sudah terlanjur mencantumkan
Pluto sebagai planet ke-9. Bayangkan kerepotan yang akan terjadi.
Namun, Taufiq Hidayat mengatakan, inilah konsekuensi dari perkembangan
ilmu pengetahuan. Perubahan definisi planet dan keluarnya Pluto dari
keluarga planet hanyalah sebuah pengingat bagi kita semua bahwa ilmu
pengetahuan yang kita pahami dan kita yakini kebenarannya sekarang ini
bukanlah sebuah kesimpulan final. Masih banyak kebenaran yang belum kita
temukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar